Infrastruktur, Membangun Pondasi Perekonomian Nasional

Liputan Dialog Prospektif Bisnis bersama Enciety Business Consult

SSFM 100 05/10/12

Pemandu: Doddi Madya Judanto, Direktur Enciety Business Consult

“Kalau tidak ada upaya pembangunan infrastuktur, tidak akan terasa nyata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur…”, Doddi Madya Judanto.

Seperti dilansir oleh Bank Indonesia (BI) pada publikasi Kajian Ekonomi Regional Triwulan II, perekonomian Jawa Timur mencatatkan angka pertumbuhan positif sebesar 7,21%. Trend positif ini diprediksi masih berlanjut pada triwulan berikutnya. Akan tetapi, kenyataannya banyak kalangan merasakan iklim ekonomi Nasional, terutama di Jawa Timur tidaklah sebagus yang diberitakan. Pertumbuhan ekonomi seperti yang digadang-gadang tidaklah terasa efek riilnya. Salah satu indikator yang terlihat adalah menurunnya ekspor. Sebaliknya, impor terus meningkat.

Menurut Herman Halim, Ketua PERBANAS, sikap yang harus diambil menyikapi turunnya ekspor adalah menggenjot investasi di infrastruktur. Perbankan sudah memberikan support dengan menyediakan lahan untuk investasi. Tapi sayang, seringkali realisasi pembangunan infrastruktur terbentur pembebasan tanah, kepastian hukum, dan masalah prosedural lainnya. Disinilah peran pemerintah, yaitu memberi kemudahan regulasi. Pendapat ini disampaikannya dalam Dialog Prospektif Bisnis yang diadakan oleh Radio Suara Surabaya 100 FM, 28 September 2012.

Dalam kacamata Herman, Indonesia sebenarnya memiliki iklim usaha yang bagus. Dengan adanya dorongan dari pemerintah maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi luar biasa. Inilah yang kurang terlihat, seperti penyelesaian pembebasan tanah. Susahnya pembebasan tanah seringkali menyebabkan planning pembangunan infrastruktur tidak pernah terealisasi.

Pendapat ini diamini oleh Doddi Madya Judanto, Direktur Enciety Business Consult. Menurutnya selama ini pertumbuhan ekonomi hanya didongkrak oleh sisi konsumsi sehingga pertumbuhannya tidak bisa signifikan terasa. Di sisi lain kinerja ekspor tidak tumbuh, kredit investasi perbankan stagnan, dan sebaliknya arus impor semakin deras. Data yang ada menunjukkan kredit investasi mencapai Rp 250 Triliun dimana proporsi terbesar ada di kredit modal kerja. Selain peran perbankan untuk menggenjot kredit investasi, tentu dibutuhkan dukungan pemerintah dari sisi kepastian hukum (perijinan dan lain-lain).

Memang tidak berlebihan jika infrastruktur menjadi sorotan utama. Pembangunan jalan dan semua fasilitas yang mendukung menjadi syarat mutlak untuk memajukan bisnis dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Buruknya infrastruktur dan berbelitnya berbagai perizinan justru menjadi penghambat perkembangan bisnis nasional. Tidak pro bisnis, begitu istilah yang disampaikan Herman Halim. Imbasnya adalah cost yang sangat tinggi karena ekonomi menjadi tidak efisien lagi.

Ekonomi masih bisa di push. Mendatang, pemerintah harus lebih fokus untuk perbaikan infrastruktur dan alur distribusi. Kepastian hukum harus benar-benar ditegakkan, infrastruktur harus menjadi prioritas dalam upaya mendongkrak ekonomi Jawa Timur. Jangan sampai cost ke Eropa lebih murah daripada Surabaya-Kendari. Tidak hanya untuk Pemerintah Pusat, seharusnya ini juga menjadi PR Pemerintah Daerah. Ini haruslah menjadi kontrol bagi para legislatif. Meminjam kalimat Doddi, kalau tidak ada upaya pembangunan infrastuktur tidak akan terasa nyata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. (harymega)

[disunting lagi di enciety.com]

image

Tinggalkan komentar