JKT48 dan Logika Manajemen Klub Sepakbola

Industri hiburan musik berkembang cukup pesat belakangan ini, bukan hanya dari segi kuantitasyang semakin beragam, strategi marketing dan pola manajemen pun kini sangat beragam. Industri musik klasik dimotori oleh label rekaman. Namun belakangan ini, strategi marketing dan pola manajemen di industri musik sudah berkembang dari yang awalnya dimotori label rekaman, sekarang motor utama yang dominan adalah manajemen musik milik pribadi. Sebut saja sosok seperti Ahmad Dhani yang sukses dengan Republik Cinta Manajemennya, Kevin Aprilio dibalik Princess, dsb. Mungkin karena faktor maraknya pembajakan sehingga para produser dan manajemen lebih mengandalkan pendapatan dari show2 panggung dibanding penjualan album.

Diantara sosok2 produser/manajer, salah satu yang menurutku menarik adalah Akimoto Yasushi. Pada tulisan ini ingin saya ulas bagaimana strategi dan pola manajemen ala Yashushi dengan idol grupnya, yang menariknya, banyak kesamaan dengan strategi dan pola manajemen klub-klub sepak bola selama ini. Bagi yang belum mengenal Yasushi, dialah penggagas AKB48, juga idol group lainnya sebagai ‘saudara’ dari AKB48. Bagi yang belum terbiasa dengan istilah ‘idol group’, anggap saja sebagai ‘girl band’ walaupun sebenarnya berbeda… hehe… Lebih lengkap tentang kiprah Yashushi silakan cari sendiri di website ya… mungkin bisa panjang banget.

Kedekatan geografis dengan supporter

Kalau Anda suka sepak bola, bagaimana Anda memilih tim yang akan Anda dukung? Kebanyakan orang-orang akan mendukung tim yang dekat dengan mereka secara geografis. Kalau Anda lahir dan beraktivitas di Surabaya, tentu Anda akan mendukung Persebaya, bukan? Begitu juga dengan arek-arek Malang yang tentu lebih memilih mendukung Arema Malang dibandingkan Persipura Jayapura. Mungkin logika ini yang diterapakn Yasushi dalam menjalankan manajemen bisnis musiknya. Idol Grup pertama yang dibentuk Yasushi adalah AKB48 dimana dibentuk di Akihabara. Dengan membentuk idol group lokal tersebut, diharapkan dapat menarik fans di Akihabara dan sekitarnya. Lalu bagimana untuk menarik fans di kota lain? Yasushi kemudian membentuk idol group lainnya di beberapa daerah di Jepang seperti Sakae (SKE48), Namba (NMB48), dan lainnya sampai akhirnya sampailah Yasushi di Indonesia dengan JKT48-nya untuk menarik fans di Indonesia secara umum, dan fans di Jakarta secara khusus. Bagaimana dengan kota lain? Bukan tidak mungkin, Yasushi akan membentuk BDG48 untuk menarik fans kota Bandung dan sekitarnya, atau SBY48 untuk menarik fans kota Surabaya dan sekitarnya.

Manajemen supporter

Klub sepakbola sangat berkaitan erat dengan supporter. Persebaya identik dengan Bonek-nya, Persija dengan The Jack-nya, dan lain sebagainya. Dalam membentuk idol group, Yasushi tidak setengah-setengah. Bersamaan dengan dibentuknya idol group, dibentuk juga komunitas fans yang juga mereka kelola. Maka kalau kita amati di video2 show JKT48, akan nampak bagaimana fans sangat dilibatkan dalam setiap aksi panggung JKT48. Dalam hal ini, fans dilibatkan dengan chant-chant yang mereka teriakkan lengkap beserta perlengkapan light stick dan wotagei-nya. Apa itu wotagei? Googling sendiri ya… hehe… keterlibatan dan manajemen fans inilah yang aku rasa mirip dengan supporter-supporter bola selama ini. Komunitas, chants/yel-yel, dan atribut. Dan bak klub bola yang bertanding di stadion mereka, JKT48 juga punya stadion mereka sendiri: JKT48 theater.

Transfer pemain

‘Transfer pemain’ juga diterapkan si Yasushi. Benar-benar mirip klub sepakbola, bukan? Mirip konsep transfer pemain dalam klub sepakbola, Yasushi melakukan pertukaran antar anggota idol group di bawah manajemennya… untuk JKT48 sendiri, tempo waktu lalu, sejumlah 2 ‘pemain’ yang di-’transfer’ dari AKB48. Apa tujuan aktivitas transfer ini? Mungkin sekadar untuk me-refresh. Juga untuk kepentingan komersial lebih menguntungkan tentunya. Jadi jangan dikira dengan membeli pemain bola mahal seperti Eto’o justru akan membuat klub bangkrut. Perlu dipertimbangkan juga bertambahnya fans dan sponsor dari pembelian pemain mahal tersebut.

Sponsor

Sponsor juga menjadi elemen penting dalam funding pada klub sepakbola. Karena sebenarnya, perusahaan swasta juga butuh ‘citra’ dan media promosi. Hal ini juga berlaku di bidang entertainment. Tentu kita tahu bagaimana KFC-pun ikut merilis album, Simpati menggandeng Agnes Monica, dan banyak lagi bentuk sponsorship dan kerjasama antar korporasi dengan entertainer. Dan kalau kita amati, JKT48 sukses menarik sponsor produk2 dalam negeri. Sebut saja produk Pocari Sweat, Laurier, Biore, Yamaha Mio J, Sharp, Pocky, dll. Produk-produk tsb berhasil digaet Yasushi dan manajemennya. Padahal, umur JKT48 saat kontrak iklan tersebut belum genap berumur 1 tahun. Hebat, bukan? Tak cukup dengan sponsor produk, model kerjasama sponshorship JKT48 juga diintegrasikan dengan acara televisi. Dulu di Global TV, ada Reality Show ‘JKT48 School’. Kalau aku amatin sih, mungkin JKT48 ini punya kontrak tertentu dengan channel2 TV MNC group. Soalnya sering juga diundang di acara-acara hiburan MNC group.

Tantangan loyalitas klub dan perubahan formasi pemain

Poin ini yang aku rasa menjadi tantangan besar bagi Yasushi dan JKT48-nya. Perubahan formasi ‘pemain’ juga dilakukan di idol group ini. Kita tentu tahu bagaimana Cherrybelle mengganti dua personil-nya. Princess mengganti salah satu personilnya. Uniknya, JKT48 mengganti personilnya bergantian! Dalam logika klub sepakbola, loyalitas supporter itu hanya untuk klub sepakbola dan bukan kepada pemainnya. Siapapun pemainnya, supporter akan tetap dukung klub kesayangan mereka. Bahkan, kalaupun pemain kesayangan mereka berpindah klub. Para Gunners tidak akan berbalik mendukung klub lain walaupun pemain2 terbaik mereka berpindah ke Barcelona maupun MU, bukan? Apakah logika ini juga berlaku bagi fans JKT48? dan kira2 apa lagi gebrakan Yasuhi Akimoto? akankah menjadikan idol group dia sebagai perusahaan go public yang akan menjual sahamnya ke publik? (jamalmuttaqin)

@jamalmtq

duniapassion.wordpress.com

Tinggalkan komentar